a. Dasar Hukum APBN
Undang-Undang Dasar
1945 merupakan dasar hukum yang paling tinggi dalam struktur perundang-undangan
di Indonesia. Oleh karena itu pengaturan mengenai keuangan negara selalu
didasarkan pada undang-undang ini, khususnya dalam bab VIII Undang-Undang Dasar
1945 Amandemen IV pasal 23 mengatur tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN).
Bunyi pasal 23:
Ayat (1): Anggaran
pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara
ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka
dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Ayat (2): Rancangan
undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden
untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan
Dewan Perwakilan Daerah.
Ayat (3): “Apabila Dewan
Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara tahun yang lalu.
b. Struktur APBN
Secara garis besar struktur
APBN adalah :
- Pendapatan negara dan hibah,
- Belanja negara,
- Keseimbangan primer,
- Surplus/defisit anggaran,
- Pembiayaan.
Struktur APBN
dituangkan dalam suatu format yang disebut I-account. Dalam beberapa hal, isi
dari I-account sering disebut postur APBN. Beberapa faktor penentu postur APBN
antara lain dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Pendapatan Negara
Besaran pendapatan negara
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
Indikator ekonomi makro yang tercermin pada asumsi
dasar makro ekonomi;
Kebijakan pendapatan negara;
Kebijakan pembangunan ekonomi;
Perkembangan pemungutan pendapatan negara secara
umum;
Kondisi dan kebijakan lainnya.
Contohnya, target
penerimaan negara dari SDA migas turut dipengaruhi oleh besaran asumsi lifting
minyak bumi, lifting gas, ICP, dan asumsi nilai tukar. Target penerimaan
perpajakan ditentukan oleh target inflasi serta kebijakan pemerintah terkait
perpajakan seperti perubahan besaran pendapatan tidak kena pajak (PTKP), upaya
ekstensifikasi peningkatan jumlah wajib pajak dan lainnya.
2. Penerimaan Perpajakan
Pendapatan Pajak Dalam Negeri
Pendapatan pajak penghasilan (PPh)
Pendapatan pajak pertambahan nilai dan jasa dan pajak
penjualan atas barang mewah
Pendapatan pajak bumi dan bangunan
Pendapatan cukai
Pendapatan pajak lainnya
Pendapatan Pajak Internasional
Pendapatan bea masuk
Pendapatan bea keluar
3. Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP)
Penerimaan sumber daya alam
Penerimaan sumber daya alam minyak bumi dan gas
bumi (SDA migas)
Penerimaan sumber daya alam non-minyak bumi dan
gas bumi (SDA nonmigas)
Pendapatan bagian laba BUMN
Pendapatan laba BUMN perbankan
Pendapatan laba BUMN non perbankan
PNBP lainnya
Pendapatan dari pengelolaan BMN
Pendapatan jasa
Pendapatan bunga
Pendapatan kejaksaan dan peradilan dan hasil
tindak pidana korupsi
Pendapatan pendidikan
Pendapatan gratifikasi dan uang sitaan hasil
korupsi
Pendapatan iuran dan denda
Pendapatan BLU
Pendapatan jasa layanan umum
Pendapatan hibah badan layanan umum
Pendapatan hasil kerja sama BLU
Pendapatan BLU lainnya
4. Belanja Negara
Besaran belanja negara
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
Asumsi dasar makro ekonomi;
Kebutuhan penyelenggaraan negara;
Kebijakan pembangunan;
Resiko (bencana alam, dampak krisis global)
Kondisi dan kebijakan lainnya.
Contohnya, besaran
belanja subsidi energi dipengaruhi oleh asumsi ICP, nilai tukar, serta target
volume BBM bersubsidi.
Belanja Pemerintah Pusat
Belanja pemerintah pusat
menurut fungsi adalah :
Fungsi Pelayanan Umum
Fungsi Pertahanan
Fungsi Ketertiban Dan Keamanan
Fungsi Ekonomi
Fungsi Lingkungan Hidup
Fungsi Perumahan Dan Fasilitas Umum
Fungsi Kesehatan
Fungsi Pariwisata
Fungsi Agama
Fungsi Pendidikan
Fungsi Perlindungan Sosial
Belanja Pemerintah Pusat
menurut jenis adalah :
Belanja pegawai
Belanja barang
Belanja modal
Pembayaran bunga utang
Subsidi
Belanja hibah
Bantuan sosial
Belanja lain-lain
Transfer ke Daerah
Rincian anggaran transfer ke
daerah adalah :
• Dana Perimbangan
Dana Bagi Hasil
Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Khusus
Dana Otonomi Khusus
• Dana Otonomi Khusus
• Dana Penyesuaian
5. Pembiayaan
Besaran pembiayaan dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain:
Asumsi dasar makro ekonomi;
Kebijakan pembiayaan;
Kondisi dan kebijakan lainnya.
Pembiayaan Dalam Negeri
Pembiayaan Dalam Negeri
meliputi :
• Pembiayaan perbankan dalam negeri
• Pembiayaan nonperbankan dalam negeri :
Hasil pengelolaan aset
Surat berharga negara neto
Pinjaman dalam negeri neto
Dana investasi pemerintah
Kewajiban penjaminan
Pembiayaan Luar Negeri
Pembiayaan Luar Negeri meliputi
:
Penarikan Pinjaman Luar Negeri, terdiri atas
Pinjaman Program dan Pinjaman Proyek
Penerusan pinjaman
Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri,
terdiri atas Jatuh Tempo dan Moratorium.
c. Asumsi Dasar Makro APBN
Asumsi dasar
makro ekonomi sangat berpengaruh pada besaran komponen dalam struktur APBN.
Asumsi dasar tersebut adalah :
Pertumbuhan ekonomi,
Inflasi,
Tingkat bunga SPN 3 bulan,
Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS,
Harga minyak
Produksi/lifting minyak
Lifting gas.
d. Siklus APBN
Siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
adalah rangkaian kegiatan dalam proses penganggaran yang dimulai pada saat
anggaran negara mulai disusun sampai dengan perhitungan anggaran disahkan
dengan undang-undang[1]. Ada 5 tahapan pokok dalam satu siklus APBN di
Indonesia. Dari kelima tahapan itu, tahapan ke-2 (kedua) dan ke-5 (kelima)
dilaksanakan bukan oleh pemerintah, yaitu masing-masing tahap kedua
penetapan/persetujuan APBN dilaksanakan olehDPR (lembaga legislatif), dan tahap
kelima pemeriksaan dan pertanggungjawaban dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK). Sedangkan tahapan lainnya dilaksanakan oleh pemerintah. Tahapan
kegiatan dalam siklus APBN adalah sebagai berikut:
1. Perencanaan
dan penganggaran APBN
Tahapan ini dilakukan pada tahun sebelum anggaran
tersebut dilaksanakan (APBN t-1) misal untuk APBN 2014 dilakukan pada tahun
2013 yang meliputi dua kegiatan yaitu, perencanaan dan penganggaran.
Tahap perencanaan dimulai dari:
penyusunan arah kebijakan dan prioritas pembangunan
nasional
Kementerian Negara/Lembaga (K/L) melakukan evaluasi
pelaksanaan program dan kegiatan pada tahun berjalan, menyusun rencana
inisiatif baru dan indikasi kebutuhan anggaran
Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan
mengevaluasi pelaksanaan program dan kegiatan yang sedang berjalan dan mengkaji
usulan inisiatif baru berdasarkan prioritas pembangunan serta analisa pemenuhan
kelayakan dan efisiensi indikasi kebutuhan dananya
Pagu indikatif dan rancangan awal Rencana Kerja
Pemerintah ditetapkan;
K/L menyusun rencana kerja (Renja);
Pertemuan tiga pihak (trilateral meeting) dilaksanakan
antara K/L, Kementerian Perencanaan, dan Kementerian Keuangan;
Rancangan awal RKP disempurnakan;
RKP dibahas dalam pembicaraan pendahuluan antara
Pemerintah dengan DPR; (9) RKP ditetapkan.
Tahap penganggaran dimulai dari:
Penyusunan kapasitas fiskal yang menjadi bahan
penetapan pagu indikatif;
Penetapan pagu indikatif (3) penetapan pagu anggaran
K/L;
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran K/L (RKA-K/L);
Penelaahan RKA-K/L sebagai bahan penyusunan nota
keuangan dan rancangan undang-undang tentang APBN;
Penyampaian Nota Keuangan, Rancangan APBN, dan
Rancangan UU tentang APBN kepada DPR.
2. Penetapan/Persetujuan APBN
Kegiatan penetapan/persetujuan ini dilakukan pada APBN
t-1, sekitar bulan Oktober-Desember. Kegiatan dalam tahap ini berupa pembahasan
Rancangan APBN dan Rancangan Undang-undang APBN serta penetapannya oleh DPR.
Selanjutnya berdasarkan persetujuan DPR, Rancangan UU APBN ditetapkan menjadi
UU APBN. Penetapan UU APBN ini diikuti dengan penetapan Keppres mengenai
rincian APBN sebagai lampiran UU APBN dimaksud.
3. Pelaksanaan
APBN
Jika tahapan kegiatan ke-1 dan ke-2 dilaksanakan pada
APBN t-1, kegiatan pelaksanaan APBN dilaksanakan mulai 1 Januari - 31 Desember
pada tahun berjalan (APBN t). Dengan kata lain, pelaksanaan tahun anggaran 2014
akan dilaksanakan mulai 1 Januari 2014 - 31 Desember 2014.Kegiatan pelaksanaan
APBN dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini kementerian/lembaga (K/L). K/L
mengusulkan konsep Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) berdasarkan Keppres
mengenai rincian APBN dan menyampaikannya ke Kementerian Keuangan untuk
disahkan. DIPA adalah alat untuk melaksanakan APBN. Berdasarkan DIPA inilah
para pengelola anggaran K/L (Pengguna Anggaran, Kuasa Pengguna Anggaran, dan
Pembantu Pengguna Anggaran) melaksanakan berbagai macam kegiatan sesuai tugas
dan fungsi instansinya.
4. Pelaporan
dan Pencatatan APBN
Tahap pelaporan dan pencatatan APBN dilaksanakan
bersamaan dengan tahap pelaksanaan APBN, 1 Januari-31 Desember. Laporan
keuangan pemerintah dihasilkan melalui proses akuntansi, dan disajikan sesuai
dengan standar akuntansi keuangan pemerintah yang terdiri dari Laporan
Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, dan Laporan Arus Kas, serta catatan atas laporan
keuangan.
5. Pemeriksaan
dan Pertanggungjawaban APBN
Tahap terakhir siklus APBN adalah tahap pemeriksanaan
dan pertanggungjawaban yang dilaksanakan setelah tahap pelaksanaan berakhir
(APBN t+1), sekitar bulan Januari - Juli. Contoh, jika APBN dilaksanakan tahun
2013, tahap pemeriksaan dan pertanggungjawabannya dilakukan pada tahun 2014.
Pemeriksaan ini dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Untuk pertanggungjawaban pengelolaan dan pelaksanaan
APBN secara keseluruhan selama satu tahun anggaran, Presiden menyampaikan
rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR
berupa laporan keuangan yang telah diperiksa BPK, selambat-lambatnya 6 (enam)
bulan setelah tahun anggaran berakhir.
e. Fungsi APBN
APBN merupakan
instrumen untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan negara dalam rangka
membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai
pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabitas
perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum.
APBN mempunyai
fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan
stabilisasi. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi
kewajiban negara dalam suatu tahun anggaran harus dimasukkan dalam APBN.
Surplus penerimaan negara dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara
tahun anggaran berikutnya.
Fungsi otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi
dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan,
Dengan demikian, pembelanjaan atau pendapatan dapat dipertanggungjawabkan
kepada rakyat.
Fungsi perencanaan, mengandung arti bahwa
anggaran negara dapat menjadi pedoman bagi negara untuk merencanakan kegiatan
pada tahun tersebut. Bila suatu pembelanjaan telah direncanakan sebelumnya,
maka negara dapat membuat rencana-rencana untuk medukung pembelanjaan tersebut.
Misalnya, telah direncanakan dan dianggarkan akan membangun proyek pembangunan
jalan dengan nilai sekian miliar. Maka, pemerintah dapat mengambil tindakan untuk
mempersiapkan proyek tersebut agar bisa berjalan dengan lancar.
Fungsi pengawasan, berarti anggaran negara harus
menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah negara
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian akan mudah bagi
rakyat untuk menilai apakah tindakan pemerintah menggunakan uang negara untuk
keperluan tertentu itu dibenarkan atau tidak.
Fungsi alokasi, berarti bahwa anggaran negara harus diarahkan
untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan
efesiensi dan efektivitas perekonomian.
Fungsi distribusi, berarti bahwa kebijakan
anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan
Fungsi stabilisasi, memiliki makna bahwa anggaran
pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan
fundamental perekonomian.
f. Prinsip penyusunan
APBN
Berdasarkan aspek pendapatan,
prinsip penyusunan APBN ada tiga, yaitu:
Intensifikasi penerimaan anggaran dalam jumlah dan
kecepatan penyetoran.
Intensifikasi penagihan dan pemungutan piutang
negara.
Penuntutan ganti rugi atas kerugian yang diderita
oleh negara dan penuntutan denda.
Sementara berdasarkan aspek
pengeluaran, prinsip penyusunan APBN adalah:
Hemat, efesien, dan sesuai dengan kebutuhan.
Terarah, terkendali, sesuai dengan rencana program
atau kegiatan.
Semaksimal mungkin menggunakan hasil produksi
dalam negeri dengan memperhatikan kemampuan atau potensi nasional.
g. Azas Penyusunan
APBN
APBN disusun dengan berdasarkan
azas-azas:
Kemandirian, yaitu meningkatkan sumber penerimaan
dalam negeri.
Penghematan atau peningkatan efesiensi dan
produktivitas.
Penajaman prioritas pembangunan
Menitik beratkan pada azas-azas dan undang-undang
negara
h.
Daftar Ringkasan APBN
Tahun Anggaran
|
|
|
|
|
|
▲
|
Rp1.793,6 triliun
|
▲
|
Rp2.039,5 triliun
|
▲
|
Rp245,9 triliun
|
|
|
▼
|
Rp1.635,4 triliun
|
▲
|
Rp1.876,9 triliun
|
▲
|
Rp241,5 triliun
|
|
▲
|
Rp1.667,1 triliun
|
▲
|
Rp1.842,5 triliun
|
▼
|
Rp175,4 triliun
|
|
|
▼
|
Rp1.502,0 triliun
|
▲
|
Rp1.726,2 triliun
|
▲
|
Rp224,2 triliun
|
|
▲
|
Rp1.529,7 triliun
|
▲
|
Rp1.683,0 triliun
|
▼
|
Rp153,3 triliun
|
|
|
▲
|
Rp1.358,2 triliun
|
▲
|
Rp1.548,3 triliun
|
▲
|
Rp190,1 triliun
|
|
▲
|
Rp1.311,4 triliun
|
▲
|
Rp1.435,4 triliun
|
▼
|
Rp124,0 triliun
|
|
|
▲
|
Rp1.169,9 triliun
|
▲
|
Rp1.320,8 triliun
|
▲
|
Rp150,8 triliun
|
|
▲
|
Rp1.104,9 triliun
|
▲
|
Rp1.229,6 triliun
|
▼
|
Rp124,7 triliun
|
|
|
▲
|
Rp992,4 triliun
|
▲
|
Rp1.126,1 triliun
|
▲
|
Rp133,8 triliun
|
|
▲
|
Rp949,7 triliun
|
▲
|
Rp1.047,7 triliun
|
▼
|
Rp98,0 triliun
|
|
|
▼
|
Rp871,0 triliun
|
▼
|
Rp1.000,8 triliun
|
▲
|
Rp129,8 triliun
|
|
▲
|
Rp985,7 triliun
|
▲
|
Rp1.037,1 triliun
|
▼
|
Rp51,3 triliun
|
|
|
▲
|
Rp895,0 triliun
|
▲
|
Rp989,5 triliun
|
▲
|
Rp94,5 triliun
|
|
▲
|
Rp781,4 triliun
|
▲
|
Rp854,7 triliun
|
▲
|
Rp73,3 triliun
|
Keterangan : Defisit
j. Dampak APBN
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
APBN memiliki
dampak yang sangat besar bagi perkembangan perkonomian masyarakat. Hal ini
dirasakan oleh pegawai negeri yang kenaikan gajinya diatur melalui APBN. Jika
ada kenaikan berarti kemampuan untuk memenuhi kebutuhan meningkat. Peningkatan
ini akan berlanjut kepada peningkatan daya beli sehingga akan mempengaruhi
pendapatan orang yang berhubungan dengan pegawai tersebut.
APBN juga dijadikan
cermin khususnya oleh para pengusaha untuk membaca dan meramalkan perekonomian
di masa mendatang. Dari APBN dapat kita ketahui prioritas apa yang sedang
mendapatkan penekanan dari pemerintah. Angka yang tertulis dapat dijadikan
bahan untuk menganalisis dan meramalkan kegiatan yang akan dilakukan.
APBN dapat
menggambarkan distribusi pendapatan karena di masing-masing sektor dana sudah
dialokasikan.
Dalam rangka
mencapai tujuan tersebut, akan terasa dampak yang dapat dirasakan oleh seluruh
komponen bangsa (penyelenggaraan negara baik pusat maupun daerah), dan
masyarakat termasuk dunia usaha. Misalnya, subsidi BBM yang dirasakan semakin
membebani APBN sehingga diambillah kebijakan penggantian subsidi BBM dengan
dana kompensasi subsidi bagi rakyat; kebijakan ini berpengaruh bagi dunia usaha
yang berarti biaya produksi meningkat sehingga memengaruhi tingkat harga di pasar.
Begitu pula sebaliknya, apabila subsidi diberikan maka akan menurunkan tingkat
harga.
APBN akan
memengaruhi rencana-rencana sektor swasta dan meyakinkan lembaga-lembaga lain
mengenai apa yang akan ditempuh oleh Negara yang bersangkutan di masa mendatang,
serta bagi pemerintah akan lebih efisien dalam mengambil keputusan mendatang.
Asumsi-asumsi tentang PDB (Produk Domestik Bruto), pertumbuhan ekonomi,
inflasi, nilai tukar (Rp/US dolar), harga minyak dunia, dan lain-lain yang
digunakan di dalam APBN merupakan salah satu pertimbangan bagi para investor
untuk menanamkan modalnya atau menutup usahanya.
APBN juga
berpengaruh bagi bidang perdagangan internasional (ekspor– impor). Misalnya,
tarif pajak ekspor yang tinggi akan mengurangi produktivitas eksportir,
sebaliknya jika tarif pajak bea masuk diturunkan maka importir akan menambah
impornya, dan akan mengurangi impor bila bea masuknya tinggi. Kebijakan
pengaturan tarif ini dilakukan pemerintah untuk mengamankan pemenuhan kebutuhan
nasional akan barang dan jasa, dan untuk melindungi kepentingan produsen dalam
negeri, serta untuk mengamankan neraca perdagangan internasional.
APBN dapat
digunakan sebagai alat politik fiskal. Pengeluaran pemerintah dapat memiliki
pengaruh yang bersifat memperbesar pendapatan nasional, tetapi penerimaan
pemerintah dapat bersifat mengurangi pendapatan nasional. Pengaruh pengeluaran
pemerintah dapat bersifat mengurangi pendapatan nasional tergantung pada jenis
pengeluarannya, sedangkan untuk penerimaan pemerintah pengaruhnya tergantung
pada jenis sumber penerimaan itu.
Pajak merupakan
sumber penerimaan pemerintah yang bersifat memperkecil pendapatan nasional
dibanding dengan pinjaman negara, dan pinjaman Negara lebih bersifat
memperkecil pendapatan dibanding dengan pencetakan uang baru sebagai sumber
penerimaan negara. Untuk mengatasi pengaruh buruk maka timbullah gagasan untuk
dengan sengaja mengubah-ubah pengeluaran dan penerimaan guna mencapai
kestabilan ekonomi. Teknik mengubah pengeluaran dan penerimaan pemerintah
inilah yang disebut dengan kebijakan fiskal atau fiscal polytic.
a.
Pengertian APBD
APBD adalah suatu
rancangan keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Seperti halnya dengan APBN, rencana
APBD diajukan setiap tahun oleh pemerintah daerah kepada DPRD untuk dibahas dan
kemudian disahkan sebagai peraturan daerah.
b.
Dasar Hukum Keuangan daerah dan APBD
Dasar hukum dalam
penyelenggaraan keuangan daerah dan pembuatan APBD adalah sebagai berikut:
·
UU No. 32 Tahun 2003 tentang Pemerintah Daerah.
· UU No. 33
Tahun 2003 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
· PP No. 105
Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.
· Keputusan
Menteri Dalam Negeri No. 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan,
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah serta Tata Cara Pengawasan, Penyusunan, dan
penghitungan APBD.
c. Cara Penyusunan
APBD
APBD disusun
melalui beberapa tahap kegiatan. Kegiatan tersebut, antara lain, sebagai berikut.
· Pemerintah
Daerah menyusun Rancangan Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD).
· Pemerintah
Daerah mengajukan RAPBD kepada DPRD untuk dibahas bersama antara pemerintah
daerah dan DPRD. Dalam pembahasan ini pihak Pemerintah Daerah (Eksekutif)
dilakukan oleh Tim Anggaran Eksekutif yang beranggotakan Sekretaris Daerah,
BAPPEDA, dan pihak-pihak lain yang dianggap perlu, sedangkan DPRD dilakukan
oleh Panitia Anggaran yang anggotanya terdiri atas tiap fraksi-fraksi.
· RAPBD yang
telah disetujui DPRD disahkan menjadi APBD melalui Peraturan Daerah untuk
dilaksanakan.